Lelaki Liar

Sebutan bagi seorang lelaki yang telah menjalani dunia liar sepanjang duapertiga umur. Bercinta dengan malam, bercumbu dengan kehausan, bergumul dengan kenikmatan duniawi; bak pencarian tak bertepi. Bagaimana pun, dari dunia itu pelajaran berharga enggan berhenti memperkaya diri. (ditulis oleh Sa)

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Open minded, open arms, open book

Saturday, December 11, 2004

Nostalgia


Apakah saya membaca Pop Photo, Muziek Express, Aktuil? Pertanyaan menggelitik bung Kere mengingatkan kembali masa-masa 'ke-emasan' kala itu, majalah-majalah musik remaja 70an, masa remaja dan musik-musiknya. Teringat kembali lembutnya Melancholy Man Moody Blues, pedihnya Mean Mistreater Grandfunk Railroad, sejuknya Window of My Heart Cuby and The Blizzard atau garangnya Light My Fire The Doors. Belum lagi puitisnya Battle of Epping Forest Genesis (era Peter Gabriel) atau beratnya Gates of Delirium Yes.

Mendengarkan kembali nada-nada 'tempo doeloe' seperti time travel saja layaknya, mata dipejamkan alunan Summer Time-nya Love Sclupture atau Little Girl Blue-nya Janis Joplin seakan kembali mendengar lagu-lagu itu diserambi rumah sehabis putus dengan 'kembang sekolah'. Loan Me A Dime-nya Boz Scag seketika langsung mengingatkan saat 'nongkrong' dengan kawan-kawan di roti bakar jalan Riau, Bandung. Freedom Jazz Dance-nya Brian Auger dan Free Ride-nya Edgar Winter membawa kembali selagi hura-hura 'begadang' dengan kawan-kawan di perempatan jalan. Pengecualian untuk Changes-nya Black Sabath, lagu itu dianggap tidak pernah ada di cerebral cortex, karena tidak semua masa lalu itu indah.

Waktu terus melaju maju meninggalkan jejak kenangan, kadang indah bahkan sangat indah tapi kadang juga begitu buruk sampai kita tidak ingin mengingatnya. Tak dapat disangkal, musik adalah salah satu 'time machine' untuk kembali mengenang masa lalu. Mungkin itulah sebabnya para orang tua saat itu sering ngedumel "Musik apa itu? Berisik!" waktu lagi 'konsen dengerin' Lord Sutch atau Golden Earing, karena di benak para orang tua waktu itu musik adalah Pat Bone, Los Indios Tabajaras, Connie Francis, mungkin juga Said Effendi (alm), Sam Saimun (alm) atau Klenengan.

Seandainya waktu bisa diputar balik, kembali ke-70an adalah pilihan pasti...But life has to go on...Sekarang saat mendengarkan Evanescance, Shaman dan Enigma untuk bekal kenangan 20 tahun kemudian...Insyallah.


2 Comments:

Blogger Sksetsahati said...

mudah2 an. jd bisa rada nyambung klo obrolan sm aku ya. :))
li, ni ada titipan dr si abang: 'tell him, i know those too.' iyaaa.. tauuu.. emang dah kompak. mo diapain lagi, yakh. :D

11:45 PM  
Blogger Uyet said...

kalo Summertime-nya janis Joplin, atau Still Got The Blues-nya (lha kok jd lupa siapa yg nyanyiin), ato What a Wonderful World-nya Louis Armstrong .. mengingatkan pada kejadian2 apa aja ya mas... lha waktu boomingnya lagu itu sayah pas baru lahir, jd ngga tau gimana serunya...

1:12 AM  

Post a Comment

<< Home