Lelaki Liar

Sebutan bagi seorang lelaki yang telah menjalani dunia liar sepanjang duapertiga umur. Bercinta dengan malam, bercumbu dengan kehausan, bergumul dengan kenikmatan duniawi; bak pencarian tak bertepi. Bagaimana pun, dari dunia itu pelajaran berharga enggan berhenti memperkaya diri. (ditulis oleh Sa)

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Open minded, open arms, open book

Wednesday, December 29, 2004

Kepentingan Kelompok


"Hallo non apa kabar gimana Temu Wisatanya, sukses?"
"Sukses apa? Bubar, ancur semua rencana!" Jawabnya sengit.
"Kok bisa gitu, kenapa?"
"Gara-gara si Fulan, dia dari kelompok kita tapi kecentilan ngundang2 kelompok lain tuh!!!" Tambah sengit dia.
"Lho memangnya kenapa kalau ada kelompok lain?"
"Mereka semua kaya lu orang-orangnya, kumpul-kumpul artinya harus ada alkohol, sementara kita kan ngga gitu"
"Ooo gitu" Sedikit mulai mengerti permasalahannya.
"Akhirnya cuma si Fulan yang hadir, kita semua males datang" Ujarnya masih sengit.

Ternyata disitu persoalannya, dua kelompok itu sebut saja kelompok The Beauty dan The Beast masing-masing memiliki arah yang berbeda dalam bergaul. Setiap kelompok/individu tentu sah-sah saja mempunyai pandangan apapun terhadap kelompok/individu lainnya. The Beauty merasa haram berbaur dengan The Beast karena suka menenggak minuman keras, itu sah. Tapi bukan tidak mungkin The Beast punya pandangan kalau The Beauty adalah kelompok yang sok suci, itu juga sah. Nah, kalau sudah begini kan runyem jadinya.

Apakah tidak lebih baik bila The Beauty dan The Beast membuat suatu kesepakatan agar acara silaturahmi itu tetap dapat di hadiri kedua belah pihak? Mana tahu dari pertemuan itu dapat dipetik hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama.

Dalam lingkup kecil saja kita sudah dijejali agar lebih mementingkan kelompok daripada kebersamaan, tidak heran bila dalam kelompok legislatif dan eksekutif negara tercinta ini sering saling tohok sehingga kepentingan yang lebih besar, kepentingan rakyat, terlupakan.

Monday, December 20, 2004

Wanita Simpanan 2


Pertama kali mengenalnya tahun 97, cantik berkulit putih halus dengan buah dada yang ranum. Rok mini dan tangtop yang di kenakannya membuat setiap lelaki yang melihatnya pasti akan tertarik pada gadis remaja 17 tahun ini. Tapi ada lebih menarik daripada fisik remaja satu ini, perilakunya yang ramah, ceria, lucu dan manja. Karena sifatnya itu membuat kami menjadi cukup akrab walaupun terpaut usia yang jauh, meski pendidikannya hanya tamat sekolah menengah tapi ia punya cita-cita yang tinggi...jadi wanita kaya.

Ketika bertemu lagi awal November 2004 setelah dua tahun tidak bertemu, di usianya yang 23 tahun ia terlihat tambah cantik dan tetap ramah, ceria, lucu dan manja. Yang berbeda, ia tidak lagi tinggal di rumah kost tapi sudah tinggal di apartemen dan mengendarai mobil keluaran baru seharga ratusan juta rupiah...Bukan main! Menurut penuturannya semua itu ia peroleh dari pacar barunya seorang pengusaha yang sudah berkeluarga. Terlepas dari bagaimana cara materi itu dimiliki, akhirnya apa yang dicita-citakannya tercapai juga jadi wanita kaya, keinginannya yang keras telah membuahkan hasil.

Menjadi wanita/pacar simpanan atau player yang baik bukan hal mudah, karena kecantikan bukan segala-galanya di dunia itu dibutuhkan juga mental, kemampuan akting yang kuat dan smart. Mereka bukan hanya harus mampu melayani isi kepala pasangannya diluar kamar tidur, tapi juga harus mampu melayani isi celananya didalam kamar tidur dan harus bisa bersikap alami, tidak dibuat-buat, ketika melakukan itu semua fake orgasm...sungguh itu tidak mudah.

Tidak mustahil lima tahun kedepan dengan aset yang dimiliki ia akan mengikuti jejak sukses seorang wanita simpanan yang di tahun 70an pernah menggemparkan Indonesia...Selamat kawan!


KDRT


Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) belakangan ini sedang menjadi topik hangat di station-station TV, beragam versi KDRT ini, suami yang menyiksa istri/anakbaik fisik maupun psikis, Ibu yang menyiksa anaknya atau satu keluarga yang menyiksa pembantunya. Tidak sedikit korban KDRT sampai menemui ajal, sangat mengerikan nasib korban-korban KDRT belakangan ini.

Korban KDRT yang paling menonjol disamping kekerasan fisik adalah kekerasan seksual. Seorang remaja mencabuli sepupu wanitanya, seorang paman yang tidak bisa mengendalikan birahi menggagahi keponakannya dan ayah tiri yang terangsang melihat anak tirinya tidur melakukan kebejatan yang sama. Belum lagi kegilaan seorang ayah kandung yang entah kerasukan setan apa sampai tega memperkosa anak kandungnya sendiri. Di Medan, ini gila lagi, kakak si korban yang mengetahui perbuatan bejat sang ayah yang telah memperkosa si adik bukannya melaporkan kebejatan si ayah tapi...Eulahdalahhh malah ikut menggagahi si adik. Kegilaan lain, seorang ayah super bejat yang tidak dapat mengendalikan libido tega menyodomi anak lelakinya. Dari semua kegilaan-kegilaan itu hampir semua korbannya anak-anak dibawah umur bahkan tidak sedikit yang balita...Ueeedaan!!!


Pasal hukum KDRT sudah diberlakukan tapi sepertinya belum cukup berat, terutama bila korbannya anak-anak dibawah umur. Pelaku kekerasan terhadap anak seharusnya mendapat hukuman yang seberat-beratnya. Anak-anak korban kekerasan bukan hanya menderita fisik pada saat kejadian tapi juga akan menanggung derita psikis yang berkepanjangan bahkan mungkin seumur hidup.

Oh sit there, ah, go on, go on
And count your fingers.
I don't know what else, what else,
Honey, have you got to do.
And I know how you feel,
And I know you ain't got no reason to go on,
And I know you feel that you must be through.
Oh honey, go on and sit right back down.
I want you to count, oh, count your fingers,
Ah, my unhappy, my unlucky
And my little, oh, girl blue...

(Little Girl Blue, Nina Simon/Janis Joplin)

Hukum rajam mungkin yang paling cocok buat pelaku kekerasan ini . Jangan sampai mati, setengah saja, mati masih terlalu enak buat mereka...Setuju?

Saturday, December 11, 2004

Nostalgia


Apakah saya membaca Pop Photo, Muziek Express, Aktuil? Pertanyaan menggelitik bung Kere mengingatkan kembali masa-masa 'ke-emasan' kala itu, majalah-majalah musik remaja 70an, masa remaja dan musik-musiknya. Teringat kembali lembutnya Melancholy Man Moody Blues, pedihnya Mean Mistreater Grandfunk Railroad, sejuknya Window of My Heart Cuby and The Blizzard atau garangnya Light My Fire The Doors. Belum lagi puitisnya Battle of Epping Forest Genesis (era Peter Gabriel) atau beratnya Gates of Delirium Yes.

Mendengarkan kembali nada-nada 'tempo doeloe' seperti time travel saja layaknya, mata dipejamkan alunan Summer Time-nya Love Sclupture atau Little Girl Blue-nya Janis Joplin seakan kembali mendengar lagu-lagu itu diserambi rumah sehabis putus dengan 'kembang sekolah'. Loan Me A Dime-nya Boz Scag seketika langsung mengingatkan saat 'nongkrong' dengan kawan-kawan di roti bakar jalan Riau, Bandung. Freedom Jazz Dance-nya Brian Auger dan Free Ride-nya Edgar Winter membawa kembali selagi hura-hura 'begadang' dengan kawan-kawan di perempatan jalan. Pengecualian untuk Changes-nya Black Sabath, lagu itu dianggap tidak pernah ada di cerebral cortex, karena tidak semua masa lalu itu indah.

Waktu terus melaju maju meninggalkan jejak kenangan, kadang indah bahkan sangat indah tapi kadang juga begitu buruk sampai kita tidak ingin mengingatnya. Tak dapat disangkal, musik adalah salah satu 'time machine' untuk kembali mengenang masa lalu. Mungkin itulah sebabnya para orang tua saat itu sering ngedumel "Musik apa itu? Berisik!" waktu lagi 'konsen dengerin' Lord Sutch atau Golden Earing, karena di benak para orang tua waktu itu musik adalah Pat Bone, Los Indios Tabajaras, Connie Francis, mungkin juga Said Effendi (alm), Sam Saimun (alm) atau Klenengan.

Seandainya waktu bisa diputar balik, kembali ke-70an adalah pilihan pasti...But life has to go on...Sekarang saat mendengarkan Evanescance, Shaman dan Enigma untuk bekal kenangan 20 tahun kemudian...Insyallah.


Sunday, December 05, 2004

Wanita Simpanan


Bukan hal baru lagi kalau bicara mengenai wanita simpanan, dari jaman kerajaan dahulu hal itu sudah ada. Berbagai istilah silih berganti selir, gundik, wanita piaraan, gula-gula dan terakhir agak lebih halus, wanita simpanan. Begitu populernya para wanita ini di akhir tahun 60an dan awal 70an itu sampai-sampai daerah Tebet, Jakarta terkenal sebagai daerah TV (Tweede Vrouw) karena banyaknya wanita simpanan yang bertempat tinggal di daerah itu.

Seiring dengan perkembangan jaman status wanita simpanan ini pun turut berubah, dahulu para wanita ini umumnya berpendidikan sedang-sedang saja, asalkan berparas cantik dengan tubuh yang aduhai, cukup, segala kebutuhan dipenuhi yang mereka lakukan cukup menjaga kecantikan dan kemolekan tubuh luar 'dalam' karena kebutuhan memiliki wanita simpanan ini semata-mata hanya untuk relaksasi (sex). Sekarang ini tidak lagi sekedar 'itu' wanita simpanan jaman sekarang harus memiliki wawasan, bukan hanya isi pakaian dan 'pelayanan' yang bagus tetapi mereka juga diharapkan memiliki isi kepala yang juga bagus.

Tidak mengherankan bila wanita simpanan sekarang rata-rata berpendidikan dan bekerja, ada yang menduduki posisi tinggi diperusahaan tempatnya bekerja bahkan ada yang mempunyai bisnis sendiri. Semakin tinggi status sosial si wanita maka semakin tinggi juga biaya yang harus dikeluarkan si pria. Pertanyaannya, kalau mereka sudah memiliki penghasilan yang cukup kenapa menjadi wanita simpanan?

Sulit untuk menjawab ini, karena ada yang semata-mata materi, dengan penghasilannya mungkin mereka hanya bisa memiliki rumah tinggal dan mobil sederhana tapi dengan 'nyambi' mereka bisa memiliki apartemen, rumah mewah dan mobil mahal. Ada juga yang melibatkan perasaan, bagi yang seperti ini, kadang penghasilan si pria tidak jauh berbeda dengan wanita simpanannya.

Serunya, bagi wanita simpanan yang orientasinya materi, tak jarang mereka juga memiliki pria simpanan untuk memenuhi 'kebutuhan' lain yang tidak dapat dipenuhi pria yang membiayainya...What goes around comes around!